Minggu, 16 Maret 2014

0 PIL PAHIT GOLPUT



Oleh: Ilham Mirzaya Putra, SE*

Biasanya putih identik dengan suatu hal yang baik, putih berarti suci atau murni. dalam dunia kesehatan putih berarti steril, sementara dalam dunia bangunan, putih mampu menimbulkan kesan minimalis, kenyamanan dan ketentraman. Tapi, semua hal ini tidak berlaku dalam politik. Golongan putih yang sering disebut-sebut dalam dunia politik, justru memberikan ancaman yang berarti bagi negara.
Memang benar, golongan putih (golput) tidak memiliki pengaruh berarti bagi pemilu, bahkan sampai mengganggu keabsahan pemilu. Meskipun jumlah golput lebih besar dibanding jumlah pemilih, tetap saja pemilu dinyatakan sah, begitu ujar direktur Sigma, Said Salahuddin. Yang paling penting dari pemilu, saya kira bukan soal sah atau tidaknya, namun lebih pada hasil yang diperoleh dari pemilu untuk Negara.
Ada kondisi yang cukup mengherankan. Badan Pengawas Pemilu (Pemilu) menemukan adanya sekelompok orang yang terang-terangan menyatakan siap menerima serangan fajar. Daripada golput, lebih baik menerima durian runtuh di tahun politik, itupun akhirnya mereka juga golput, akibat merima durian runtuh dari berbagai pihak. Sementara itu, Badan Intelijen Negara (BIN) menemukan indikasi adanya kelompok yang mendorong masyarakat untuk golput. Jelas, keberadaan kelompok-kelompok ini merupakan ancaman bagi penyelenggaraan pemilu yang diharapkan berlangsung aman dan damai. Ancaman ini akan semakin menjadi-jadi jika dibenturkan dengan banyak pihak yang menyerukan.anti golput.
Jika kita melihat sejarah pelaksanaan pemilu, maka kita akan melihat grafik golput yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. pada Pileg tahun 1999 angka golput 10,2 %, 2004 sebesar 23,3 % dan pada tahun 2009 menjadi 29 %. Sungguh, angka yang terbilang cukup fantastis. Bahkan dikabarkan di beberapa media, bahwa golput-lah sebagai pemenang pemilu tahun 2009. Ironis.

Kondisi Masyarakat
Kinerja dan Citra anggota legislative serta institusi pemerintahan yang dinilai buruk turut berkontribusi meninggikan angka golput. Krisis kepercayaan masyarakat kepada anggota legislatif dan pemerintahan sudah semakin meluas. Banyak masyarakat mengatakan hal sama, “hanya janji melulu”. Kondisi ini sama seperti nyamuk yang menggigit manusia, satu yang menggigit semua nyamuk dimusnahkan alias pukul rata.
Selain itu, banyak masyarakat yang belum bisa menentukan pilihannya karena begitu banyak pilihan yang muncul. Belum lagi untaian kepedulian dan materi yang diberikan berbagai partai juga saling berebut tempat di benak pemilih menjelang pemilu. Hal ini juga turut menyumbang meningkatnya grafik golput. Kondisi ini sama halnya seperti memilih jodoh, mau tidak mau ya harus memilih. Tinggal mana yang memberikan harapan dengan kepastian yang tinggi, karena ini menyangkut masa depan.
Tidak hanya itu, konflik Daftar Pemilih Tetap yang terjadi setiap kali pemilu, hingga undangan tidak sampai ke pemilih juga menjadi penyumbang angka golput. Ditambah lagi golongan pesimis yang menyatakan,”siapapun yang dipilih sama saja, Indonesia terus akan begini, rakyat terus akan sengsara”. Kondisi masyarakat sudah diambang batas keikutsertaan Pemilu, tentu harus ada dorongan berbagai pihak, agar masyarakat mau menggunakan hak suaranya.

Pil Pahit Golput
Golput bukan merupakan pilihan, kalaupun golput merupakan pilihan, maka itu merupakan pilihan terburuk. Jika diminta untuk memilih, saya yakin tidak ada satupun diantara kita mau memilih pilihan terburuk. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah jelas menyatakan bahwa golput haram. Artinya, semakin mempertegas bahwa golput bukan pilihan.
Sangat disayangkan, jika kita masih menjadikan golput sebagai pilihan. Karena golput berarti mempertaruhkan masa depan negara. Banyaknya golput mengharuskan partai politik memperketat penjagaan suara, golput berpotensi diselewengkan dalam bentuk penggelembungan suara. Alhasil, mereka yang berkepentingan, akan melakukan money politic atau kecurangan lain demi mendongkrak suara mereka.
Golput lebih dekat pada pilihan emosional. Karena mereka yang golput biasanya kecewa dengan perilaku para pemimpin negera, pesimis terhadap masa depan negara, bahkan mencapai titik apatis. Slogan ‘Pemilih Cerdas, Memilih Pemimpin Berkualitas” sudah cukup mewakili hubungan antara Pemilih dan yang dipilih. Bahwa pemilih harus lebih mengutamakan rasionalitas untuk memilih. Pemilih harus mampu melihat mana pemimpin berkualitas berdasarkan kepribadian, latar belakang, dan track record.
Koruptor beserta pendukungnya menginginkan tingkat golput yang tinggi. Karena golput berarti memperbesar peluang mereka untuk duduk sebagai pemimpin negara. Hal ini harus dijadikan refleksi, bahwa setiap kita harus menggunakan hak suara saat pemilu nanti. Setiap kita harus menjadi pemilih cerdas agar para koruptor tak lagi duduk sebagai pemimpin negara. Setiap kita harus menjadi pemilih berintegritas, agar para pemimpin negeri benar-benar terseleksi, tidak asal jadi.
Pil pahit golput jangan lagi ditelan oleh negara. Cukuplah pil pahit golput menjadi kenangan pahit yang membelajarkan. Lilin harapan harus terus dinyalakan, meskipun lilin kenyataan hari ini sudah padam. Tingkat golput yang biasanya terjadi harus ditekan, hingga mampu mendefenisikan hasil pemilu 2014 yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mata Pena Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates